Sabtu, 26 November 2011

Belajar Kecapi di Sidrap




Azan pertanda waktu shalat Lohor sementara berkumandang dari menara masjid, ketika kami tiba di Dusun Dea, Desa Sipodeceng, Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), siang itu, untuk melihat langsung tempat pembuatan kecapi.
 
Usai salat Lohor, seorang pria berusia 57 tahun, yang masih terlihat enerjik bergegas menemui kami di kolong rumah yang merupakan bengkel tempat pembuatan kecapinya. Kegiatan pembuatan kecapi ini merupakan salah satu pengrajin binaan Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI) Regional V Makassar.
 
Berbicara tentang kecapi dengan pria yang berprofesi sebagai guru itu, perbincangan mengalir lancar dalam suasana santai. Meski baru sekitar lima tahun menekuni pembuatan alat musik tradisional itu, H Nurdin sudah sangat piawai menjelaskan seluk beluk pembuatan kecapi.

Itu tidak mengherankan karena selain mampu membuat kecapi, H Nurdin juga sangat piawai memainkan alat musik petik bersenar dua itu. Kemampuannya memainkan kecapi diperlihatkan saat itu juga dibantu putra keduanya yang juga sudah mampu mewarisi keahlian sang ayah membuat dan memainkan kecapi.

Meski membuat kecapi hanya dilakukan secara sambilan sepulang mengajar di SMP Negeri 3 Baranti, Kabupaten Sidrap, namun H Nurdin masih cukup produktif. Dalam sepekan pria berputra empat itu bisa menyelesaikan lima buah kecapi siap jual. Apalagi, nyaris tak ada kecapi yang tinggal di bengkelnya karena setiap selesai sudah ada calon pembelinya.
 
Untuk membuat kecapi, H Nurdin mencari bahan bakunya di sekitar hutan dusun tempatnya bermukim. Beruntung alam masih menyiapkan pohon kecapi yang dalam bahasa lokal disebut Settung, meski saat ini pohon tersebut sudah mulai langka. Jenis kayu ini menurut H Nurdin sangat baik, karena struktur kayunya sangat teratur sehingga mudah dibentuk.

Selain pohon kecapi, menurut H Nurdin, pohon nangka juga bisa menjadi bahan baku alternatif. Hanya saja jarang dipakai karena jenis kayu ini kurang bagus karena sulit dibentuk menjadi kecapi dengan kualitas suara yang benar-benar prima.

Soal pemasaran kecapi, H Nurdin mengaku tidak kesulitan. Nyaris tidak ada kecapi yang tertinggal di bengkelnya. Itu karena konsumennya berdatangan dari berbagai daerah sekitarnya, sebab para pengguna kecapi lebih memilih membeli alat tersebut ketimbang membuatnya sendiri.

Apatah lagi, kecapi buatan H Nurdin sudah diketahui kualitasnya. Sehingga Sanggar Seni Sulota milik H Nurdin seakan menjadi pusat pembuatan kecapi. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan peminat alat musik tradisional Sulsel tersebut.

Membuat kecapi mulai dilakoni H Nurdin sekitar 1985 silam, ketika bergabung dalam kelompok usaha kegiatan seni setempat. Dia bergabung dengan kelompok seni tersebut sebagai salah satu cara dia ikut melestarikan salah satu budaya seni lokal Sulsel.

Seiring perjalanan waktu dan makin populernya kecapi buatan H Nurdin ke berbagai daerah, pemerintah pun menaruh perhatian terhadap upayanya yang dinilai mampu melestarikan alat tradisional yang sudah tidak banyak diliring orang itu. Dan bantuan pun mulai turun.

“Saya pernah mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp 27 juta,”kata H Nurdin dengan wajah sumringah. Bantuan itu menurutnya digunakan membeli peralatan yang masih serba sederhana dan tradisional.

Tentang bantuan yang diberikan pemerintah itu, Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Sidrap, Muh Nur, yang mendampingi kami ke lokasi tersebut, mengatakan, itu dilakukan sebagai salah bentuk pembinaan yang dilakukan pemerintah.

Menurut Nur, pemerintah daerah Sidrap, melalui SKB terus melakukan pembinaan terhadap pengembangan pembuatan kecapi yang dilakukan H Nurdin. Bahkan, dalam waktu dekat ini, H Nurdin akan tampil dalam pameran di Jakarta, untuk mempertunjukan cara membuat kecapi sekaligus memainkannya.

“Pembinaan terus kami lakukan agar salah satu alat kesenian tradiosional ini tetap terpelihara. Apalagi, selain mampu membuat kecapi, H Nurdin juga piawai memainkannya,”kata Nur.

Selain membuat kecapi, H Nurdin mendirikan Sanggar Seni bernama Sulota. Kelompok ini sering tampil menghibur dalam berbagai acara. Baik acara yang diselenggarakan warga Sidrap dan sekitarnya maupun kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah setempat.

Kecapi buatan H Nurdin bisa laku terjual seharga Rp 175 ribu per buah. Itu untuk jenis kecapi standar. Tetapi jika kecapinya sudah dilengkapi dengan peralatan yang bisa nyambung ke sound harganya sudah menjadi Rp 350 ribu perbuah.

Dengan menjual kecapi standar saja, dengan produksi rata-rata lima unit per buah maka H Nurdin bisa memperoleh penghasilan tambahan sekitar Rp 3,5 juta per bulan. Tetapi jika kecapinya sudah aksesoris maka penghasilannya bisa lebih besar lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar