Kamis, 01 Desember 2011

KELEMAHAN PENDIDIKAN NONFORMAL


profesional non formal Kelemahan Pendidikan NonformalDi samping berbagai keunggulan ,perlu dikemukakan di sini bahwa pendidikan nonformal bukan tanpa kelemahan. Kelemahan yang terdapat dalam program pendidikan ini antara lain: kurangnya koordinasi, kelangkaan pendidik profesional, dan motivasi belajar yang relatif rendah.
Kelemahan pertama, kurangnya koordinasi disebabkan oleh keragaman dan luasnya program yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Semua lembaga pemerintah, baik yang berstatus departemen maupun non departemen, menyelenggarakan program-program pendidikan nonformal. Berbagai lembaga swasta, perorangan, dan masyarakat menyelenggarakan program pendidikan nonformal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lembaga tersebut atau untuk pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya variasi program yang dilakukan oleh berbagai pihak itu akan memungkinkan terjadinya program-program yang tumpang tindih. Program yang sama mungkin akan digarap oleh berbagai lembaga, sebaliknya mungkin suatu program yang memerlukan penggarapan secara terpadu kurang mendapat perhatian dari berbagai lembaga. Oleh karena itu koordinasi antar pihak penyelenggara program pendidikan nonformal sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program serta untuk mendayagunakan sumber-sumber dan fasilitas dengan lebih terarah sehingga program tersebut mencapai hasil yang optimal.
Kelemahan kedua, tenaga pendidik atau sumber belajar yang profesional masih kurang. Penyelenggara kegiatan pembelajaran dan pengelolaan program pendidikan nonformal sampai saat ini sebagian terbesar dilakukan oleh tenaga-tenaga yang tidak mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan nonformal. keterlibatan mereka dalam program pendidikan didorong oleh rasa pengabdian kepada masyarakat atau kerena tugas yang diperoleh dari lembaga tempat mereka bekerja, dan mereka pada umumnya berlatar belakang pendidikan formal. Kenyataan ini sering mempengaruhi cara penampilan mereka dalam proses pembelajaran anatara lain dengan menerapkan pendekatan mengajar pada pendidikan formal di dalam pendidikan nonformal sehingga pendekatan ini pada dasarnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pembalajaran dalam pendidikan nonformal. Pengelolaan program pendidikan nonformal memerlukan pendekatan dan keterampilan yang relatif berbeda dengan pengelolaan program pendidikan formal. Untuk mengatasi kelemahan itu maka diperlukan upaya peningkatan kemampuan tenaga pendidik yang ada dalam pengadaan tenaga profesional pendidikan nonformal.
Kelemahan ketiga, motivasi belajar peserta didik relatif rendah. Kelemahan ini berkaitan dengan:
  1. Adanya kesan umum bahwa lebih rendah nilainya daripada pendidikan formal yang peserta didiknya memiliki motivasi kuat untuk perolehan ijazah.
  2. Pendekatan yang dilakukan oleh pendidik yang mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan formal dan menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran pendidikan nonformal pada umumnya tidak kondusif untuk mengembangkan minat peserta didik.
  3. Masih terdapat program pendidikan, yang berkaitan dengan upaya membekali peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dibidang ekonomi, tidak dilengkapai dengan masukan lain (other input) sehingga peserta didik atau lulusan tidak dapat menerapkan hasil belajarnya.
  4. Para lulusan pendidikan nonformal dianggap lebih rendah statusnya dibandingkan status pendidikan formal, malah sering terjadi para lulusan pendidikan yang disebut pertama berada dalam pengaruh lulusan pendidikan nonformal.
Dengan demikian, kelemahan-kelemahan di atas merupakan beberapa contoh yang muncul di lapangan. Namun pendidikan nonformal makin lama makin diakui pentingnya dan kehadirannya sebagai pendidikan yang berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa serta sebagai bagian penting dari kebijakan dan program pembangunan.

Bangladesh Pelajari Sistem Pendidikan Nonformal di Indonesia

Bangladesh Pelajari Sistem Pendidikan Nonformal di Indonesia

Menteri Motahar Hossain mengatakan, Indonesia menjadi salah satu negara tujuan studi banding karena adanya  kesamaan kultur. Hal ini juga dijelaskan Direktur Pendidikan Masyarakat Kemdiknas, Ella Yulaelawati, yang menjadi juru bicara Kemendiknas saat paparan program. “Mereka merasa Indonesia punya budaya yang sama, mayoritas Islam. Tadi mereka bilang, di Bangladesh ada yang hanya mau belajar baca dan tulis Alquran. Mengapa di Indonesia yang juga mayoritas Islam bisa baik pendidikan keaksaraannya,” ujar Ella.
Selain pendidikan keaksaraan, Bangladesh juga akan mempelajari pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia. Ella menuturkan, saat ini pendidikan anak usia dini di Bangladesh baru berjalan selama satu tahun.  Kemudian untuk pendidikan kesetaraan, Bangladesh hanya melakukan pembinaan untuk mereka yang berusia 11-45 tahun. Sementara di Indonesia, pendidikan nonformal untuk dewasa tetap dilakukan untuk mereka yang berusia lebih dari 45 tahun.
“Mereka (Bangladesh) akan mempelajari bagaimana pelayanan terhadap anak usia dini dan orang dewasa dalam pendidikan nonformal, atau di luar sekolah,” ucap Direktur Dikmas Kemdiknas, Ella Yulaelawati.  Ia menambahkan, Kemdiknas melalui Direktorat Jenderal PAUDNI juga akan menunjukkan peran pendidikan keaksaraan dan pemeliharaan keaksaraan itu melalui kegiatan pasca-keaksaraan (post literacy). Pemeliharaan keaksaraan di Indonesia salah satunya dilakukan dengan mendirikan taman bacaan masyarakat, dan memberikan bekal keterampilan (life skill) melalui kursus-kursus.
Studi banding Kementerian Pendidikan Bangladesh ke Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 2007. Setiap tahun, selalu ada delegasi dari Bangladesh untuk melakukan studi banding pendidikan di Indonesia. Kunjungan kali ini adalah kunjungan yang kedua kalinya dalam tahun 2011.
Menteri Motahar Hossain dan jajarannya akan melakukan studi banding di Indonesia selama 9 hari, yaitu 13-22 September 2011. Mereka akan mengunjungi beberapa tempat lembaga pendidikan nonformal, di antaranya lembaga PAUD Al Falah di Depok, Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (P2PNFI) di Bandung, Balai Pengembangan Kegiatan Belajar di Bogor, lembaga kursus BBC, dan lembaga kursus Mustika Ratu di Jakarta. Rombongan juga akan mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah untuk melihat budaya dan miniatur Indonesia.  (Lian)

FUNGSI PENDIDKAN NONFORMAL

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa fungsi Pendidikan Nonformal (PNF) adalah sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal, dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta penmgembangan sikap dan kepribadian profesional. Dalam pelaksanaan amanat Undang-Undang tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah melembagakan Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa Kursus didefinisikan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga (Kepdirjen Diklusepora) Nomor: KEP-105/E/L/1990 sebagai berikut:
Kursus pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan masyarakat selanjutnya disebut kursus, adalah satuan pendidikan luar sekolah yang menyediakan berbagai jenis pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental bagi warga belajar yang memerlukan bekal dalam mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Kursus dilaksanakan oleh dan untuk masyarakat dengan swadaya dan swadana masyarakat.
Kursus sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal mempunyai kaitan yang sangat erat dengan jalur pendidikan formal. Selain memberikan kesempatan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan keterampilannya pada jenis pendidikan tertentu yang telah ada di jalur pendidikan formal juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin mengembangkan pendidikan keterampilannya yang tidak dapat ditempuh dan tidak terpenuhi pada jalur pendidikan formal.
Agar penyelenggaraan kursus tetap relevan dengan tujuan pendidikan nasional serta mampu memberikan kontribusi terhadap tuntutan masyarakat, penyelenggaraan kursus ini harus senantiasa mendapatkan pembinaan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Pembinaan terhadap kursus ini diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) Nomor 0151/U/1977 tentang Pokok-pokok Pelaksanaan Pembinaan Program Pendidikan Luar Sekolah yang diselenggarakan masyarakat. Kepmendikbud tersebut mengatur tugas dan wewenang pembinaan Dirjen Diklusepora antara lain; 1) bertugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan pembinaan teknis pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan masyarakat secara menyeluruh dalam rangka meningkatkan mutu dan memperluas pelayanan pendidikan kepada masyarakat, dan 2) Menyusun pola dasar pembinaan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan masyarakat, baik di pusat maupun daerah. Fungsi pembinaan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam Kepmendikbud Nomor 0150b/U/1981 terdiri dari merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengawasi kegiatan: 1) pembakuan dan penyelesaian kurikulum dan silabus, serta alat perlengkapan belajar, 2) pengadaan buku pelajaran, buku pedoman/petunjuk, dan alat perlengkapan, serta prasarana dan sarana belajar minimal lainnya, 3) penataran dan penyegaran pamong belajar/penyelenggara, sumber belajar/guru dan tenaga teknis lainnya, 4) penyelenggaraan dan pelaksanaan evaluasi belajar, termasuk ujian, 5) pembimbingan, dan penyuluhan, dan evaluasi, 6) penyelenggaraan dan pelaksanaan lomba tiap jenis keterampilan, 7) pengadaan Surat Tanda Selesai Belajar dan Ijazah, 8) penyusunan laporan pembinaan dan evaluasi kegiatan, 9) studi kasus survai, konsultasi, simposium, seminar, lokakarya, penataran, dan rapat kerja tiap program PLSM, dan 10) hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan program PLSM.
Selanjutnya pembinaan kursus ini dijabarkan dalam Keputusan Dirjen Diklusepora Nomor: KEP-105/E/L/1990 tentang Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Kursus Pendidikan Luar Sekolah yang Diselenggarakan Masyarakat. Di dalam keputusan ini ditegaskan bahwa pembinaan adalah usaha pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayan untuk merencanakan, mengatur, mengawasi dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan masyarakat.
Pada saat itu, pembinaan terhadap kursus tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 pasal 21 ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Pembinaan pendidikan luar sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, badan, kelompok, atau perorangan merupakan tanggung jawab Menteri”, ayat (2) “Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri”.
Ketentuan tersebut selanjutnya diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) Nomor 0151/U/1977 yang menyebutkan bahwa Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga dalam ruang lingkup tugas dan wewenang pembinaannya: 1) Bertugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan pembinaan teknis pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan masyarakat secara menyeluruh dalam rangka meningkatkan mutu dan memperluas pelayanan pendidikan kepada masyarakat; dan 2) Menyusun pola dasar pembinaan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan masyarakat, baik di pusat maupun daerah.
Fungsi dan Kegiatan Pembinaan Kursus tertuang dalam Kepmendikbud Nomor: 0150b/U/1981 seperti telah disebutkan di atas, disebutkan bahwa: “Untuk setiap kegiatan dimaksud petunjuk pelaksanaannya diatur oleh Dirjen Diklusepora.”
Selanjutnya Keputusan Dirjen Diklusepora Nomor: KEP-105/E/L/1990 menyebutkan bahwa Pembina adalah staf jajaran Depdikbud dalam hal ini Direktorat Jenderal Diklusepora (Ditjen Diklusepora) di tingkat pusat dan daerah.
Sejak terbitnya Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional (terakhir dengan Keputusan Mendiknas Nomor 31 Tahun 2007) yang mewadahi terbentuknya Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, maka pembinaan kursus yang tadinya dilaksanakan oleh Subdit Pendidikan Berkelanjutan pada Direktorat Pendidikan Masyarakat secara penuh menjadi tanggung jawab Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan.
Secara konseptual Kursus didefinisikan sebagai proses pembelajaran tentang pengetahuan atau keterampilan yang diselenggarakan dalam waktu singkat oleh suatu lembaga yang berorientasi kebutuhan masyarakat dan dunia usaha/industri. Sedangkan Kelembagaan Pendidikan Nonformal adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal bagi masyarakat, baik yang diprakarsai oleh pemerintah maupun masyarakat. Pembinaan suatu kegiatan yang dilakukan secara efektif, efisien, berkesinambungan untuk memperoleh hasil yang lebih. Sehingga Pembinaan Kursus dan Kelembagaan adalah merupakan pembinaan terhadap kursus dan lembaga PNF melalui proses pembelajaran dan manajemen kelembagaan PNF sehingga mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas, memiliki kompetensi dan berdaya saing di kancah pasar global.

SATUAN-SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Lembaga Kursus dan Pelatihan
Lembaga Kursus dan pelatihan adalah satuan pendidikan nonformal yang berfungsi menyelenggarakan kursus dan/atau pelatihan  bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Satuan Lembaga kursus dan pelatihan biasanya menyelenggarakan program pendidikan kecapakapan hidup, program pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, dan program pendidikan kepemudaan.

Kelompok Belajar
Kelompok belajar adalah  medium bagi anggota  masyarakat yang tergabung dalam program pendidikan nonformal untuk belajar dan saling membelajarkan sesuai dengan tujuan dan target program. Beberapa program PNFI yang mengelompokkan sasaran/warga belajar dalam kelompok belajar antara lain pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan, dan PAUD. Biasanya anggota kelompok belajar memiliki kesamaan tujuan dan motivasi untuk belajar bersama, nilai dan norma yang diakui bersama sebagai pengikat dalam kelompok.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah suatu wadah yang menampung berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya. Tujuan PKBM adalah untuk memperluas kesempatan warga masyarakat, khususnya yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah. Karena itu PKBM dapat menyelenggarakan berbagai program pendidikan nonformal sesuai dengan kebutuhan dan potensi masyarakat disekitarnya.

Majelis Taklim

Majelis Taklim merupakan  satuan pendidikan nonformal yang memfokuskan pada pendidikan Islam melalui ceramah umum atau pengajian Islam. Tempat kegiatan majelis taklim dapat dilakukan di halaman masjid atau kantor-kantor atau di tempat lain yang dikhususkan untuk itu. Prinsip kegiatan majelis taklim adalah kemandirian dan swadaya masyarakat dari masing-masing anggotanya. Dengan kata lain, majelis taklim adalah lembaga pengajian Islam yang memiliki ciri-ciri tersendiri dilihat dari sudut metode dan buku pegangan yang digunakan jama’ah, pengajar (ustaz/ustazah), materi yang diajarkan, sarana, dan tujuan.

Peran strategis majelis taklim adalah mewujudkan learning society, yakni masyarakat yang memiliki tradisi belajar tanpa dibatasi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan menjadi wahana relajar serta menyampaikan pesan-pesan keagamaan, wadah mengembangkan silaturahmi, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya, bagi semua lapisan masyarakat.

pendidikan non formal

Pendidikan nonformal

feature photo Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Satuan pendidikan penyelenggara

Sabtu, 26 November 2011

Indovision Rilis Siaran Pendidikan Keterampilan



Jakarta - Memenuhi janjinya yang sempat tercetus awal 2010 lalu, TV kabel berlangganan Indovision pun mulai menyiarkan siaran pendidikan ketrampilan. Konsep siaran yang diklaim mampu menjadi alternatif solusi bagi daerah-daerah yang tak terjangkau pendidikan konvensional ini, ditargetkan bakal menghasilkan 1.000 kelas ketrampilan.

Head Corporate Secretary MNC Sky Vision (Indovision) Arya Mahendra Sinulingga mengatakan, program yang digagas Global Mediacom atau yang lebih dikenal dengan sebutan MNC Grup bersama dengan Dinas Pendidikan ini telah mulai disiarkan sejak awal Mei lalu.

Dalam program kerjasama tersebut Indovision berperan sebagai penyedia konten yang bertanggung jawab untuk memproduksi siaran.

Arya mengatakan investasi yang dikeluarkan Indovision untuk produksi per episode berkisar Rp 20 juta. Itu prediksi produksi untuk siaran selama 30 menit, jelas Arya kepada KONTAN (11/5).

PT Global Mediacom, Tbk sendiri telah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dibidang pendidikan dan keterampilan dengan Kementerian Pendidikan Nasional (Diknas) pekan lalu. Penandatanganan MoU itu dilakukan oleh Direktur Utama Global Mediacom Hary Tanoesoedibjo dan Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh.

Lewat nota kesepahaman tersebut kedua pihak sepakat untuk memverikan pendidikan keterampilan melalui program siaran Televisi Edukasi, yaitu siaran program pendidikan jarak jauh. Sehingga masyarakat Indonesia yang semula tidak memiliki keterampilan dan pendidikan dapat belajar lewat siaran TV.

Program pendidikan jarak jauh melalui siaran TV Edukasi ini menyasar segmen masyarakat di Indonesia terutama daerah-daerah pinggiran dan terpencil.

"Oleh karena itu, Global Mediacom sengaja merangkul Indovision sebagai penyedia perangkat siaran. Karena Indovision memiliki teknologi yang sesuai untuk menyiarkan ke seluruh Indonesia," ujar Harry Tanoesodibjo direktur Utama Global Mediacom.

Program Keterampilan Tekan Angka Pengangguran




Habis Gelap Terbitlah Terang. Judul buku pejuang emansipasi RA Kartini itu agaknya bisa menjadi pilihan kalimat yang tepat untuk menggambarkan Desa Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Berkat pengembangan berbagai program keterampilan (vokasi) oleh Ditjen Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) Kementerian Pendidikan Nasional, desa yang dulu tertinggal itu sekarang menjadi gemah ripah loh jinawi.
Perubahan itu dirasakan benar oleh Sukirno (39), warga Desa Gemawang yang sebelumnya bekerja serabutan mulai dari buruh tani, pabrik hingga bangunan. Sejak digulirkannya program vokasi di desa itu setahun terakhir, ia tak pernah menganggur lagi. Hari-harinya disibukkan dengan membuat alat edukasi untuk dipasok ke pusat belajar pendidikan anak usia dini (PAUD) yang tersebar di seputar Jawa Tengah.
"Kebetulan saya senang menggambar dan membuat kerajinan tangan, jadi bergabung di vokasi alat edukasi," kata pria lajang ini.
Soal penghasilan, Sukirno mengaku jumlahnya memang tidak sebesar jika ia menjadi buruh pabrik. Namun, pekerjaan yang teratur membuat suasana hatinya lebih tenang dalam menjalani hidup.
Begitu juga dengan dengan nasib Wiwin Trikurniawan, pria 29 tahun yang kini "juragan" ikan lele. Sejak aktif dalam program pelatihan keterampilan budi daya lele, hasil panennya tidak pernah mengecewakan. Wiwin bersama kelompoknya di vokasi perikanan berhasil menjual sekitar 6.000 ekor ikan lele setiap bulannya.
Karena tingginya permintaan ikan lele dari para pedagang, menurut Wiwin, maka saat ini anggotanya memiliki kolam ikan di halaman rumahnya masing-masing. "Kolam ini rencananya menjadi kolam pembibitan saja. Sebab, kalau hanya mengandalkan dua kolam ini, permintaan pasar tidak bisa dipenuhi," ucap Wiwin.
Pembuatan alat edukasi PAUD dan pemeliharaan lele ini merupakan dua dari beberapa keterampilan yang dikembangkan di Desa Gemawang, seperti pembuatan batik, madu, kopi, roti, makanan kecil untuk oleh-oleh seperti keripik tempe, lanting dan keripik pisang, budi daya indigo, kelengkeng, pupuk organik, jamur tiram, tanaman obat hingga peternakan kelinci.
Ade Kasmiadi, Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (P2PNFI) Regional II Jateng, sekaligus penggagas pembentukan desa vokasi itu menuturkan, pengembangan desa vokasi menekankan pada pemberian sejumlah kecakapan hidup bagi masyarakat untuk pengentasan kemiskinan.
"Masyarakat dilatih oleh para praktisi yang benar-benar jago di lapangan, hingga mereka benar-benar berhasil dan mandiri. Kami juga melakukan pendampingan untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilannya," ujarnya.
Ade mengemukakan, ada 13 pelatihan yang diikuti 10-20 peserta tergantung pada inatnya. Dari kegiatan itu, kemudian dikembangkan lagi dalam beberapa kelompok usaha produktif. Dengan demikian, masyarakat yang ingin belajar berusaha bisa mengikuti kelompok usaha yang ada.
Selain mengembangkan kelompok-kelompok usaha produktif sesuai potensi lokal, di Desa Gemawang juga tersedia perpustakaan. Perpustakaan itu dijalankan secara berkeliling ke dusun-dusun sehingga warga bisa membaca aneka buku pengetahuan.
"Keberadaan perpustakaan desa ini sangat penting karena warga bisa belajar tidak saja keterampilan lewat buku-buku, tetapi juga pengetahuan lainnya. Jadi, bukan saja keterampilan yang diasah, tetapi juga otaknya agar wawasannya lebih terbuka," ucapnya.
Ade mengungkapkan, gagasannya tentang desa vokasi sebenarnya terinspirasi oleh kebijakan Pemerintah Thailand lewat program "One Tambon, One Product" atau "Satu Kampung, Satu Produk", yaitu satu kampung/desa wajib memiliki satu produk unggulan.
"Awalnya, produk-produk unggulan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik.
Namun, karena digarap secara serius, maka produk-produk unggulan dari desa-desa di Thailand itu bisa menembus pasar internasional," kata Ade seraya berharap suatu hari nanti produk dari desa vokasi juga bisa go international.
Pembentukan desa vokasi ini terbilang tepat untuk mengatasi angka pengangguran di Indonesia yang makin membengkak. Analoginya sangat sederhana, jika masyarakat pedesaan sudah mandiri dan bahkan bisa mendatangkan devisa dengan produk-produk unggulan lokal, maka mereka tidak akan menyerbu wilayah perkotaan. (Tri Wahyuni)